Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Sunday, August 2, 2009

Panti Karya

Panti KaryaPDFPrintE-mail
Panti KaryaKota Bandung Tempo Doeloe mempunyai cukup banyak gedung bioskop dengan berbagai tingkatan kelas, dari yang sederhana untuk masyarakat kebanyakan hingga yang mewah yang biasa memutar film-film yang berbobot. Salah satu bioskop yang pernah Berjaya di era taun 1970-1980-an adalah bioskop panti karya yang teletak di jalan Merdeka.

Derunya pembangunan yang begitu pesatnya membuat kejayaan bangunan ini memudar, dan akhirnya bertahun-tahun kosong dan terbengkalai, menurut berita yang kami peroleh akhir-akhir ini bangunan Panti Karya rencananya akan dirobohkan dan akan diganti oleh bangunan pusat perbelanjaan yang modern, padahal bangunan panti karya ini memiliki gaya arsitektur yang unik dan langka dan merupakan icon Kota Bandung, kalau jadi dibongkar satu lagi bangunan bersejarah di Kota Bandung yang unik akan menghilang. Namun disatu sisi keadaan bangunan panti karya yang terlunta-lunta tak terawat dan terbengkalai sehingga berkesan spucky, membuat kurang bagus untuk lingkungan sekitarnya, disinilah diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat mengatur semua ini.
berikut adalah opini mengenai gedung panti karya, dari surat pembaca pikiran rakyat tanggal 07 Juni 2006;


Panti Karya Nasibmu Kini?

PADA era tahun 1970-1980-an, Jln. Merdeka terasa memesona, bahkan pada malam hari menjadi kawasan tempat "menikmati" Bandung seutuhnya, santai dan tenang. Di sudut perempatan Merdeka - Riau (Martadinata) ada jajanan yang mangkal hanya pada malam hari, di situlah kaum muda berkumpul dan bercengkerama. Ada perasaan rindu akan masa itu, namun banyak ikon kenangan yang sudah hilang, segalanya berubah, berpindah, hanya satu yang masih eksis dalam kesendirian yang getir yaitu Gedung Panti Karya yang kini bernasib tragis, compang-camping, dekil, muram, dan seram.

Padahal di era itu, gedung ini megah dan asri. Halamannya bersih ditutupi pasir hitam, di sebelah kiri gedung ada taman bunga yang apik, di situ berdiri patung perunggu Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani(?), dengan uniform lengkap mengepit tongkat dalam sikap sempurna.
Lantai dasar ada bioskop Panti Karya, lantai dua dipakai perkantoran, lantai tiga ada Akademi Akuntansi, pada lantai Panti Karyaempat dan lima ada stasiun radio swasta di mana saya beraktivitas. Sepengetahuan saya, gedung ini adalah milik Yapenka, yang pada periode itu dipimpin oleh Bapak Ir. Santoso, amat terawat, pikabetaheun.

Sekarang saya kadang parkir di situ, hati suka terusik, ke manakah gerangan patung sang pahlawan, apakah beliau dengan jiwa kepahlawanannya telah rela eksodus demi keangkuhan oligarki materi, ataukah beliau tersingkir, karena logika ekonomi memvonis bersalah, sebab beliau berdiri di tempat parkir? Entahlah, yang jelas Panti Karya menjadi panti kesedihan, metafora dari sebuah tirani budaya, ekspresi buram dari potret diri, bagaimana sebuah komunitas mengapresisi karya pendahulunya.

Sementara kini di lantai dasar ada gebyar erotisme jajanan modern, dalam gemerlap yang membius, sehingga menekuk muka siapa pun, untuk tak menyaksikan tumbuhan liar di sela jendela, cengkerama tikus dengan makhluk halus, atau pekikan burung-burung kecil pemakan cacing.

Padahal, rasanya tak begitu sulit untuk merawat Panti Karya, menjadi "senonoh" dalam ketuaannya, seandainya yang terkait dan pengguna jasa gedung itu ada partisipasi konkret, terlepas dari "kenapa" dan "ada apa dengan Panti Karya", sebab, betapa kontradiksi ekstrem ini, akan memberi saham bagi akumulasi kekesalan dan kecemburuan, selebihnya cemoohan terhadap Parisj' van Java ini.

Mungkin orientasi kita kian bergeser, uang telah menjadi obsesi hidup, meredupkan apresiasi logis terhadap kepahlawanan, keindahan, ketenteraman, padahal norma-norma itu, serpihan dari refleksi moral sebuah komunitas. Bila penikmat jajanan modern di situ takut gedungnya runtuh, sang pahlawan khawatir nilai-nilkai kepribadian kita akan runtuh.

Atas dimuatnya surat ini, saya ucapkan terima kasih.

Indra Erzaman

Jln. Kembar Timur I No. 22

Bandung

sumber :Pikiran Rakyat

No comments:

Post a Comment